Keris Senjata khas Indonesia di akui UNESCO
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Keris adalah senjata tikam khas Indonesia. Berdasarkan dokumen-dokumen purbakala, keris dalam bentuk awal telah digunakan sejak abad ke-9. Kuat kemungkinannya bahwa keris telah digunakan sebelum masa tersebut. Menteri Kebudyaan Indonesia, Jero Wacik telah membawa keris ke UNESCO dan meminta jaminan bahwa ini adalah warisan budaya Indonesia.
Keris adalah senjata tikam khas Indonesia. Berdasarkan dokumen-dokumen purbakala, keris dalam bentuk awal telah digunakan sejak abad ke-9. Kuat kemungkinannya bahwa keris telah digunakan sebelum masa tersebut. Menteri Kebudyaan Indonesia, Jero Wacik telah membawa keris ke UNESCO dan meminta jaminan bahwa ini adalah warisan budaya Indonesia.
Penggunaan keris sendiri tersebar di masyarakat rumpun Melayu. Pada
masa sekarang, keris umum dikenal di daerah Indonesia (terutama di
daerah Jawa, Madura, Bali/Lombok, Sumatra, sebagian Kalimantan, serta
sebagian Sulawesi), Malaysia, Brunei, Thailand, dan Filipina
(khususnya di daerah Mindanao). Di Mindanao, bentuk senjata yang juga
disebut keris tidak banyak memiliki kemiripan meskipun juga merupakan
senjata tikam.
Keris memiliki berbagai macam bentuk, misalnya ada yang bilahnya
berkelok-kelok (selalu berbilang ganjil) dan ada pula yang berbilah
lurus. Orang Jawa menganggap perbedaan bentuk ini memiliki efek esoteri
yang berbeda.
Selain digunakan sebagai senjata, keris juga sering dianggap
memiliki kekuatan supranatural. Senjata ini sering disebut-sebut dalam
berbagai legenda tradisional, seperti keris Mpu Gandring dalam legenda
Ken Arok dan Ken Dedes.
Tata cara penggunaan keris berbeda-beda di masing-masing daerah. Di
daerah Jawa dan Sunda misalnya, keris ditempatkan di pinggang bagian
belakang pada masa damai tetapi ditempatkan di depan pada masa perang.
Sementara itu, di Sumatra, Kalimantan, Malaysia, Brunei dan Filipina,
keris ditempatkan di depan.
Selain keris, masih terdapat sejumlah senjata tikam lain di wilayah
Nusantara, seperti rencong dari Aceh, badik dari Sulawesi serta kujang
dari Jawa Barat. Keris dibedakan dari senjata tikam lain terutama dari
bilahnya. Bilah keris tidak dibuat dari logam tunggal yang dicor tetapi
merupakan campuran berbagai logam yang berlapis-lapis. Akibat teknik
pembuatan ini, keris memiliki kekhasan berupa pamor pada bilahnya.
Bagian-bagian keris
Beberapa istilah di bagian ini diambil dari tradisi Jawa, semata karena rujukan yang tersedia.
Sebagian ahli tosan aji mengelompokkan keris sebagai senjata tikam, sehingga bagian utama dari sebilah keris adalah wilah (bilah) atau bahasa awamnya adalah seperti mata pisau. Tetapi karena keris mempunyai kelengkapan lainnya, yaitu warangka (sarung) dan bagian pegangan keris atau ukiran, maka kesatuan terhadap seluruh kelengkapannya disebut keris.
Pegangan keris atau hulu keris
Pegangan keris (bahasa Jawa: gaman) ini bermacam-macam
motifnya, untuk keris Bali ada yang bentuknya menyerupai patung dewa,
patung pedande, patung raksaka, patung penari , pertapa, hutan ,dan ada
yang diukir dengan kinatah emas dan batu mulia.
- Pegangan keris Sulawesi menggambarkan burung laut. Hal itu sebagai perlambang terhadap sebagian profesi masyarakat Sulawesi yang merupakan pelaut, sedangkan burung adalah lambang dunia atas keselamatan. Seperti juga motif kepala burung yang digunakan pada keris Riau Lingga, dan untuk daerah-daerah lainnya sebagai pusat pengembangan tosan aji seperti Aceh, Bangkinang (Riau) , Palembang, Sambas, Kutai, Bugis, Luwu, Jawa, Madura dan Sulu, keris mempunyai ukiran dan perlambang yang berbeda. Selain itu, materi yang dipergunakan pun berasal dari aneka bahan seperti gading, tulang, logam, dan yang paling banyak yaitu kayu.
- Untuk pegangan keris Jawa, secara garis besar terdiri dari sirah wingking ( kepala bagian belakang ) , jiling, cigir, cetek, bathuk (kepala bagian depan) ,weteng dan bungkul.
- Warangka atau sarung keris
Warangka, atau sarung keris (bahasa Banjar : kumpang),
adalah komponen keris yang mempunyai fungsi tertentu, khususnya dalam
kehidupan sosial masyarakat Jawa, paling tidak karena bagian inilah
yang terlihat secara langsung. Warangka yang mula-mula dibuat dari kayu
(yang umum adalah jati, cendana, timoho, dan kemuning). Sejalan
dengan perkembangan zaman terjadi penambahan fungsi wrangka sebagai
pencerminan status sosial bagi penggunanya. Bagian atasnya atau
ladrang-gayaman sering diganti dengan gading.
- Secara garis besar terdapat dua bentuk warangka, yaitu jenis warangka ladrang yang terdiri dari bagian-bagian : angkup, lata, janggut, gandek, godong (berbentuk seperti daun), gandar, ri serta cangkring. Dan jenis lainnya adalah jenis wrangka gayaman (gandon) yang bagian-bagiannya hampir sama dengan wrangka ladrang tetapi tidak terdapat angkup, godong, dan gandek.
- Aturan pemakaian bentuk wrangka ini sudah ditentukan, walaupun tidak mutlak. Wrangka ladrang dipakai untuk upacara resmi , misalkan menghadap raja, acara resmi keraton lainnya (penobatan, pengangkatan pejabat kerajaan, perkawinan, dll) dengan maksud penghormatan. Tata cara penggunaannya adalah dengan menyelipkan gandar keris di lipatan sabuk (stagen) pada pinggang bagian belakang (termasuk sebagai pertimbangan untuk keselamatan raja ). Sedangkan wrangka gayaman dipakai untuk keperluan harian, dan keris ditempatkan pada bagian depan (dekat pinggang) ataupun di belakang (pinggang belakang).
- Dalam perang, yang digunakan adalah keris wrangka gayaman , pertimbangannya adalah dari sisi praktis dan ringkas, karena wrangka gayaman lebih memungkinkan cepat dan mudah bergerak, karena bentuknya lebih sederhana.
- Ladrang dan gayaman merupakan pola-bentuk wrangka, dan bagian utama menurut fungsi wrangka adalah bagian bawah yang berbentuk panjang ( sepanjang wilah keris ) yang disebut gandar atau antupan ,maka fungsi gandar adalah untuk membungkus wilah (bilah) dan biasanya terbuat dari kayu ( dipertimbangkan untuk tidak merusak wilah yang berbahan logam campuran ) .
- Karena fungsi gandar untuk membungkus , sehingga fungsi keindahannya tidak diutamakan, maka untuk memperindahnya akan dilapisi seperti selongsong-silinder yang disebut pendok . Bagian pendok ( lapisan selongsong ) inilah yang biasanya diukir sangat indah , dibuat dari logam kuningan, suasa ( campuran tembaga emas ) , perak, emas . Untuk daerah diluar Jawa ( kalangan raja-raja Bugis , Goa, Palembang, Riau, Bali ) pendoknya terbuat dari emas , disertai dengan tambahan hiasan seperti sulaman tali dari emas dan bunga yang bertaburkan intan berlian.
- Untuk keris Jawa , menurut bentuknya pendok ada tiga macam, yaitu (1) pendok bunton berbentuk selongsong pipih tanpa belahan pada sisinya , (2) pendok blewah (blengah) terbelah memanjang sampai pada salah satu ujungnya sehingga bagian gandar akan terlihat , serta (3) pendok topengan yang belahannya hanya terletak di tengah . Apabila dilihat dari hiasannya, pendok ada dua macam yaitu pendok berukir dan pendok polos (tanpa ukiran).
- Wilah
- Wilah atau wilahan adalah bagian utama dari sebuah keris, dan juga terdiri dari bagian-bagian tertentu yang tidak sama untuk setiap wilahan, yang biasanya disebut dapur, atau penamaan ragam bentuk pada wilah-bilah (ada puluhan bentuk dapur). Sebagai contoh, bisa disebutkan dapur jangkung mayang, jaka lola , pinarak, jamang murub, bungkul , kebo tedan, pudak sitegal, dll.
- Pada pangkal wilahan terdapat pesi , yang merupakan ujung bawah sebilah keris atau tangkai keris. Bagian inilah yang masuk ke pegangan keris ( ukiran) . Pesi ini panjangnya antara 5 cm sampai 7 cm, dengan penampang sekitar 5 mm sampai 10 mm, bentuknya bulat panjang seperti pensil. Di daerah Jawa Timur disebut paksi, di Riau disebut puting, sedangkan untuk daerah Serawak, Brunei dan Malaysia disebut punting.
- Pada pangkal (dasar keris) atau bagian bawah dari sebilah keris disebut ganja (untuk daerah semenanjung Melayu menyebutnya aring). Di tengahnya terdapat lubang pesi (bulat) persis untuk memasukkan pesi, sehingga bagian wilah dan ganja tidak terpisahkan. Pengamat budaya tosan aji mengatakan bahwa kesatuan itu melambangkan kesatuan lingga dan yoni, dimana ganja mewakili lambang yoni sedangkan pesi melambangkan lingganya. Ganja ini sepintas berbentuk cecak, bagian depannya disebut sirah cecak, bagian lehernya disebut gulu meled , bagian perut disebut wetengan dan ekornya disebut sebit ron. Ragam bentuk ganja ada bermacam-macam, wilut , dungkul , kelap lintah dan sebit rontal.
- Luk, adalah bagian yang berkelok dari wilah-bilah keris, dan dilihat dari bentuknya keris dapat dibagi dua golongan besar, yaitu keris yang lurus dan keris yang bilahnya berkelok-kelok atau luk. Salah satu cara sederhana menghitung luk pada bilah , dimulai dari pangkal keris ke arah ujung keris, dihitung dari sisi cembung dan dilakukan pada kedua sisi seberang-menyeberang (kanan-kiri), maka bilangan terakhir adalah banyaknya luk pada wilah-bilah dan jumlahnya selalu gasal ( ganjil) dan tidak pernah genap, dan yang terkecil adalah luk tiga (3) dan terbanyak adalah luk tiga belas (13). Jika ada keris yang jumlah luk nya lebih dari tiga belas, biasanya disebut keris kalawija, atau keris tidak lazim.
Tangguh keris
Di bidang perkerisan dikenal pengelompokan yang disebut tangguh
yang dapat berarti periode pembuatan atau gaya pembuatan. Hal ini
serupa dengan misalnya dengan tari Jawa gaya Yogyakarta dan Surakarta.
Pemahaman akan tangguh akan membantu mengenali ciri-ciri fisik suatu
keris.
Beberapa tangguh yang biasa dikenal:
- tangguh Majapahit
- tangguh Pajajaran
- tangguh Mataram
- tangguh Yogyakarta
- tangguh Surakarta.
Sejarah
Asal keris yang kita kenal saat ini masih belum terjelaskan betul.
Relief candi di Jawa lebih banyak menunjukkan ksatria-ksatria dengan
senjata yang lebih banyak unsur India-nya.
Keris Buddha dan pengaruh India-Tiongkok
Kerajaan-kerajaan awal Indonesia sangat terpengaruh oleh budaya
Buddha dan Hindu. Candi di Jawa tengah adalah sumber utama mengenai
budaya zaman tersebut. Yang mengejutkan adalah sedikitnya penggunaan
keris atau sesuatu yang serupa dengannya. Relief di Borobudur tidak
menunjukkan pisau belati yang mirip dengan keris.
Dari penemuan arkeologis banyak ahli yang setuju bahwa proto-keris
berbentuk pisau lurus dengan bilah tebal dan lebar. Salah satu keris
tipe ini adalah keris milik keluarga Knaud, didapat dari Sri Paku Alam
V. Keris ini relief di permukaannya yang berisi epik Ramayana dan
terdapat tahun Jawa 1264 (1342 Masehi), meski ada yang meragukan
penanggalannya.
Pengaruh kebudayaan Tiongkok mungkin masuk melalui kebudayaan Dongson
(Vietnam) yang merupakan penghubung antara kebudayaan Tiongkok dan
dunia Melayu. Terdapat keris sajen yang memiliki bentuk gagang manusia
sama dengan belati Dongson.
Keris “Modern”
Keris yang saat ini kita kenal adalah hasil proses evolusi yang
panjang. Keris modern yang dikenal saat ini adalah belati penusuk yang
unik. Keris memperoleh bentuknya pada masa Majapahit (abad ke-14) dan
Kerajaan Mataram baru (abad ke-17-18).
Pemerhati dan kolektor keris lebih senang menggolongkannya sebagai “keris kuno” dan “keris baru” yang istilahnya disebut nem-neman
( muda usia atau baru ). Prinsip pengamatannya adalah “keris kuno”
yang dibuat sebelum abad 19 masih menggunakan bahan bijih logam mentah
yang diambil dari sumber alam-tambang-meteor ( karena belum ada pabrik
peleburan bijih besi, perak, nikel dll), sehingga logam yang dipakai
masih mengandung banyak jenis logam campuran lainnya, seperti bijih
besinya mengandung titanium, cobalt, perak, timah putih, nikel,
tembaga dll. Sedangkan keris baru ( setelah abad 19 ) biasanya hanya
menggunakan bahan besi, baja dan nikel dari hasil peleburan biji besi,
atau besi bekas ( per sparepart kendaraan, besi jembatan, besi
rel kereta api dll ) yang rata-rata adalah olahan pabrik, sehingga
kemurniannya terjamin atau sedikit sekali kemungkinannya mengandung
logam jenis lainnya. Misalkan penelitian Haryono Arumbinang, Sudyartomo
dan Budi Santosa ( sarjana nuklir BATAN Yogjakarta ) pada era 1990,
menunjukkan bahwa sebilah keris dengan tangguh Tuban, dapur Tilam Upih
dan pamor Beras Wutah ternyata mengandung besi (fe) , arsenikum
(warangan )dan Titanium (Ti), menurut peneliti tersebut bahwa keris
tersebut adalah “keris kuno” , karena unsur logam titanium ,baru
ditemukan sebagai unsur logam mandiri pada sekitar tahun 1940, dan
logam yang kekerasannya melebihi baja namun jauh lebih ringan dari
besi, banyak digunakan sebagai alat transportasi modern (pesawat
terbang, pesawat luar angkasa) ataupun roket, jadi pada saat itu
teknologi tersebut belum hadir di Indonesia. Titanium banyak
diketemukan pada batu meteorit dan pasir besi biasanya berasal dari
daerah Pantai Selatan dan juga Sulawesi. Dari 14 keris yang diteliti ,
rata-rata mengandung banyak logam campuran jenis lain seperti cromium,
stanum, stibinium, perak, tembaga dan seng, sebanyak 13 keris tersebut
mengandung titanium dan hanya satu keris yang mengandung nikel.
Keris baru dapat langsung diketahui kandungan jenis logamnya karena
para Mpu ( pengrajin keris) membeli bahan bakunya di toko besi, seperti
besi, nikel, kuningan dll. Mereka tidak menggunakan bahan dari bijih
besi mentah ( misalkan diambil dari pertambangan ) atau batu meteorit ,
sehingga tidak perlu dianalisis dengan isotop radioaktif. Sehingga
kalau ada keris yang dicurigai sebagai hasil rekayasa , atau keris baru
yang berpenampilan keris kuno maka penelitian akan mudah
mengungkapkannya.
Sumber : Disarikan dari hasil Sarasehan Pameran Seni Tosan Aji, Bentara Budaya Jakarta, Budiarto Danujaya, Jakarta, 1996
0 komentar:
Posting Komentar