Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak,
dua sosok yang ikut tampil pada saat reog dipertunjukkan. Reog adalah
salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan
hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.
Sejarah
Pertunjukan reog di Ponorogo tahun 1920. Selain reog, terdapat pula penari kuda kepang dan bujangganong.
Pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di
masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok, namun salah satu cerita
yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu,
seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak rekan Cina
rajanya dalam pemerintahan dan prilaku raja yang korup, ia pun melihat
bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan
sang raja dan mendirikan perguruan dimana ia mengajar anak-anak muda
seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan
harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan
lagi kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil
untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu
disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang
merupakan “sindiran” kepada Raja Bra Kertabumi dan kerajaannya.
Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan
masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.
Topeng barong reog yang dipakai sebagai atraksi penutup.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang
dikenal sebagai “Singa Barong”, raja hutan, yang menjadi simbol untuk
Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai
kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang
mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh
kelompok penari gemblak
yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan
Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang
berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng
Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai
lebih dari 50kg hanya dengan menggunakan giginya. Populernya Reog Ki
Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Kertabumi mengambil tindakan dan
menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi,
dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun
murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam.
Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk
dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer diantara
masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru dimana ditambahkan
karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewondono,
Dewi Songgolangit, and Sri Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja
Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun
ditengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri.
Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari
pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal
oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini
memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang
antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam
antara keduanya, para penari dalam keadaan ‘kerasukan’ saat mementaskan
tariannya.
Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi
warisan leluhur mereka sebagai pewarisan budaya yang sangat kaya. Dalam
pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk
adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga.
Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang
awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka
menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.
Pementasan Seni Reog
Reog Ponorogo
Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti
pernikahan, khitanan dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo
terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian
pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian
serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini
menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang
dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil,
penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian
wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.
Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang
isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan
dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk
hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar,
Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang
tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang
(biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton.
Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain
lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam
pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.
Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak.
Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa
oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain
diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan
latihan spiritual seperti puasa dan tapa.
Tari Barongan. Tarian ini juga menggunakan topeng dadak merak,
yaitu topeng berkepala harimau yang di atasnya terdapat bulu-bulu
merak. Deskripsi dan foto tarian ini ditampilkan dalam situs resmi
Kementrian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia.
Kontroversi timbul karena pada topeng dadak merak di situs resmi
tersebut terdapat tulisan “Malaysia”, dan diakui sebagai warisan
masyarakat dari Batu Pahat, Johor dan Selangor, Malaysia. Hal ini memicu protes berbagai pihak di Indonesia,
termasuk seniman Reog asal Ponorogo yang menyatakan bahwa hak cipta
kesenian Reog telah dicatatkan dengan nomor 026377 tertanggal 11
Februari 2004, dan dengan demikian diketahui oleh Menteri Hukum dan HAM
Republik Indonesia. Ditemukan pula informasi bahwa dadak merak yang
terlihat di situs resmi tersebut adalah buatan pengrajin Ponorogo.
Ribuan seniman Reog sempat berdemonstrasi di depan Kedutaan Malaysia di
Jakarta. Pemerintah Indonesia menyatakan akan meneliti lebih lanjut hal
tersebut.
Pada akhir November 2007, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk
Zainal Abidin Muhammad Zain menyatakan bahwa Pemerintah Malaysia tidak
pernah mengklaim Reog Ponorogo sebagai budaya asli negara itu. Reog yang
disebut “Barongan” di Malaysia dapat dijumpai di Johor dan Selangor,
karena dibawa oleh rakyat Jawa yang merantau ke negeri tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar